BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bimbingan
dan konseling merupakan salah satu komponen penting dalam suatu sekolah. Peran
penting dari bimbingan dan konseling sendiri adalah membantu peserta didik
mencapai keoptimalan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki serta
mengentaskan masalah yang tengah dialami. Layanan bimbingan dan konseling tidak
bisa dilakukan oleh sembarang orang. Ahli atau orang yang berkecimpung dalam
bimbingan dan konseling disebut dengan istilah konselor. Konselor sekolah
merupakan seorang ahli yang membantu peserta didik mencapai perkembangannya
serta mengentaskan masalahnya. Demikianlah kerja dari seorang konselor.
Pekerjaan
sebagai konselor bisa disebut sebagai sebuah profesi dimana tidak semua dari
pekerjaan bisa disebut sebagai profesi. Prayitno (2004) menyatakan bahwa
profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para
petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi tidak bisa dilakukan oleh
orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan khusus terlebih dahulu untuk
melakukan pekerjaan itu. Sebuah profesi harus memenuhi etika atau memiliki
ciri-ciri tertentu. Bimbingan konseling hanya bisa dilakukan oleh seorang
konselor.
Akan
tetapi pada kenyataannya banyak sekolah yang tidak memperhatikan profesi
konselor sekolah tersebut. Ada beberapa sekolah tidak menunjukan profesi
konselor sebagaimana mestinya. Salah satu contohnya adalah dengan menjadikan
orang lain yang bukan konselor untuk menjadi konselor. Juga beberapa tidak
memenuhi syarat atau ciri-ciri sebagai seorang konselor yang berpegang pada
profesi. Idealnya seorang konselor harus dipegang oleh seseorang yang
benar-benar memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling atau
seorang konselor yang menunjukan ciri khas profesi.
Oleh karena itu makalah ini akan membahas mengenai apa itu profesi, ciri-cirinya dalam bimbingan dan konseling. Sebagai dasar agar kedepannya bisa dijadikan panutan atau tuntunan dalam berprofesi.
Oleh karena itu makalah ini akan membahas mengenai apa itu profesi, ciri-cirinya dalam bimbingan dan konseling. Sebagai dasar agar kedepannya bisa dijadikan panutan atau tuntunan dalam berprofesi.
B.
Rumusan Masalah
Dengan mengetahui latar belakang diatas maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan profesi?
2. Apakah ciri-ciri dari suatu profesi?
3. Bagaimanakah kajian dari Bimbingan dan Konseling sebagai suatu profesi?
Dengan mengetahui latar belakang diatas maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan profesi?
2. Apakah ciri-ciri dari suatu profesi?
3. Bagaimanakah kajian dari Bimbingan dan Konseling sebagai suatu profesi?
C.
Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Untuk mengetahui konsep dasar dari profesi
2. Untuk mengetahui ciri-ciri khas dari suatu profesi
3. Untuk mengetahui kajian Bimbingan dan Konseling sebagai suatu profesi
Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Untuk mengetahui konsep dasar dari profesi
2. Untuk mengetahui ciri-ciri khas dari suatu profesi
3. Untuk mengetahui kajian Bimbingan dan Konseling sebagai suatu profesi
D.
Manfaat
1. Teoritis
a. Sebagai bahan ajar dalam mata kuliah
b. Sebagai pengetahuan dalam profesi
2. Praksis
Diharapkan kedepannya para konselor mampu menjalankan
profesinya dengan baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Profesi
Istilah
profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga
banyak orang yang bekerja tetap sesuai dengan keahliannya. Tetapi dengan
keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut
profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek
pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Profesi
sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi
dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya
terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya
pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam
arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.Dengan begitu, maka arti
“profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure keahlian dan kedua unsur
panggilan
Prayitno
(2004) menyatakan bahwa profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi
tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan khusus
terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Sebuah profesi harus memenuhi
etika atau memiliki ciri-ciri tertentu. Bimbingan konseling hanya bisa
dilakukan oleh seorang konselor.
De George
juga menyatakan bahwa profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan
pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu
keahlian.Profesi merupakan pekerjaan yang di dalamnya memerlukan sejumlah
persyaratan yang mendukung pekerjaannya. Karena itu, tidak semua pekerjaan
menunjuk pada sesuatu profesi.
Pengertian
profesi secara singkat juga dikemukakan Kenneth Lynn dalam M. Nurdin (2004)
bahwa profesi adalah menyajikan jasa berdasarkan ilmu pengetahuan. Mc Cully
dalam M. Nurdin (2004) menggambarkan bahwa profesi adalah Menggunakan teknik
dan prosedur dg landasan intelektual. Sedangkan menurut Sudarwan Danim (1995)
profesi adalah pekerjaan yang memerlukan spesialisasi akademik. (Pantiwati :
2010)
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut keahlian, ilmu pengetahuan, menggunakan teknik yang relevan serta harus berkependidikan yang spesifik. Sehingga tidak semua pekerjaan adalah suatu profesi.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut keahlian, ilmu pengetahuan, menggunakan teknik yang relevan serta harus berkependidikan yang spesifik. Sehingga tidak semua pekerjaan adalah suatu profesi.
B.
Ciri – Ciri Profesi
Suatu
jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau
ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli seperti McCully, 1963; Tolbert, 1972; dan
Nugent, 1981) telah merumuskan syarat-syarat atau ciri-ciri dari suatu profesi.
Dari rumusan-rumusan yang mereka kemukakan, dapat disimpulkan syarat-syarat
atau ciri-ciri utama dari suatu profesi sebagai berikut (Prayitno : 2004):
1.
Suatu
profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan
kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
2.
Untuk
mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam
pekerjaan itu) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan atas
teknik-teknik intelektual, dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik.
3.
Penampilan
pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat
pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan
menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.
Pada
anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu didasarkan atas ilmu yang
jelas, sistematis, dan eksplisit; bukan hanya didasarkan atas akal sehat
(common sense) belaka.
5.
Untuk
dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam
jangka waktu yang cukup lama.
6.
Para
anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur
seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi atau sertifikasi.
7.
Dalam
menyelenggarakan pelayanan kepada pihan yanng dilayani, para anggota memiliki
kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan
serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan
penyelenggaraan pelayanan profesional yang dimaksud.
8.
Para
anggotanya, baik perorangan maupun kelompok, lebih mementingkan pelayanan yang
bersifat sosial daripada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat
ekonomi.
9.
Standar
tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui
kode etik yang benar-benar diterapkan; setiap pelanggaran atas kode etik dapat
dikenakan sanksi tertentu.
10. Selama berada dalam pekerjaan itu,
para anggotanya terus-menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan
kompetensinya dengan jalan mengikuti secara cermat literatur dalam bidang
pekerjaan itu, menyelenggarakan dan memahami hasil-hasil riset, serta berperan
serta secara aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.
Secara umum ada beberapa ciri atau
sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1.
Adanya
pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2.
Adanya
kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3.
Mengabdi
pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan
kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4.
Ada
izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, di mana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5.
Kaum
profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Selain memiliki beberapa ciri khas,
sebuah profesi juga memiliki prinsip-prinsip etika.
Beberapa
diantaranya yaitu :
1.
Tanggung
jawab
a.
Terhadap
pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
b. Terhadap dampak dari profesi itu
untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2.
Keadilan
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3.
Otonomi
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.
C.
Bimbingan dan Konseling Sebagai
Suatu Profesi
Diyakini
bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu profesi yang dapat
memenuhi ciri-ciri dan persyaratan tersebut. Namun, berhubung dengan
perkembangannya yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia, dewasa ini
pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang
diharapkan. Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu
dikembangkan, bahkan diperjuangkan.
Menurut
Prayitno (2004) pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain
melalui (a) standardisasi untuk kerja profesional konselor, (b) standardisasi
penyiapan konselor, (c) akreditasi, (d) stratifikasi dan lisensi, dan (e)
pengembangan organisasi profesi.
1. Standarisasi Untuk Kerja Profesional
Konselor
Masih banyak orang yang memandang
bahwa pekerjaan dan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa pun
juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan
bahwa pelayanan bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian
bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja.
Ini jelas merupakan anggapan yang keliru. Sebagaimana telah diuraikan pada Bab
VI, pelayanan bimbingan dan konseling tidak semata-mata diarahkan kepada
pemecahan masalah saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan
yang mengacu pada terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai jenis bantuan
dan kegiatan menuntut adanyaunjuk kerja profesional tertentu. Di Indonesia
memang belum ada rumusan tentang unjuk kerja profesional konselor yang standar.
Usaha untuk merintis terwujudnya rumusan tentang unjuk kerja itu telah
dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) pada Konvensi Nasional
VII IPBI di Denpasar, Bali (1989). Upaya ini lebih dikonkretkan lagi pada
Konvensi Nasional VIII di Padang (1991). Rumusan unjuk kerja yang pernah
disampaikan dan dibicarakan dalam konvensi IPBI di Padang itu dapat dilihat
pada lampiran.
Walaupun rumusan butir-butir
(sebanyak 225 butir) itu tampak sudah terinci, namun pengkajian lebih lanjut
masih amat perlu dilakukan untuk menguji apakah butir-butir tersebut memang
sudah tepat sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta cukup praktis dan
memberikan arah kepada para konselor bagi pelaksanaan layanan terhadap klien.
Hasil pengkajian itu kemungkinan besar akan mengubah, menambah merinci
rumusan-rumusan yang sudah ada itu.
2. Standardisasi Penyiapan Konselor
Tujuan penyiapan konselor ialah agar
para (calon) konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan
dengan sebaik-baiknya materi dan ketrampian yang terkandung di dalam
butir-butir rumusan unjuk kerja. Penyiapan konselor itu dilakukan melalui
program pendidikan prajabatan, program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam
jabatan (seperti penataran). Khusus tentang penyiapan konselor melalui program
pendidikan dalam jabatan, waktunya cukup lama, dimulai dari seleksi dan
penerimaan calon peserta didik yang akan mengikuti program sampai para
lulusannya diwisuda. Program pendidikan prajabatn konselor adalah jenjang
pendidikan tinggi.
3. Akreditasi
Lembaga pendidikan konselor harus
diakreditasikan untuk menjamin mutunya. Tujuan pokok akreditasi adalah :
a. Untuk menilai bahwa program yang ada
memenuhi standar yang ditetapkan oleh profesi.
b. untuk menegaskan misi dan tujuan
program.
c. untuk menarik calon konselor dan
tenaga pengajar yang bermutu tinggi.
d. untuk membantu para lulusan memenuhi
standarkredensial, seperti lisensi.
e. untuk meningkatkan kemampuan program
dan pengakuan terhadap program tersebut.
f. untuk meningkatkan program dari
penampilan dan penutupan.
g. untuk membantu mahasiswa yang
berpotensi dalam seleksi memakai program pendidikan konselor.
h. memungkinkan mahasiswa dan staf
pengajar berperan serta dalam evaluasi program secara intensif.
i.
membantu
para pemakai lulusan untuk mengetahui program mana yang telah standar.
j.
untuk
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pendidikan, masyarakat profesi dan
masyarakat pada umumnyatentang kemantapan pelayanan bimbingan dan konseling.
4. Sertifikasi dan lisensi
Kedua hal tesebut terlebih dahulu
disusun dan diberlakukan oleh undang-undang atau peraturan pemerintah.
Bertujuan untuk menjaga profesionalitas konselor. Sertifikasi merupakan program
yang dilaksanakan pemerinah agar seorang konselor dapat bekerja sedangkan
lisensi diperuntukan apabila bekerja diluar negeri.
5. Pengembangan Organisasi Profesi
Menurut Paputungan (2010) ada
beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam profesi bimbingan dan konseling
yaitu:
1. Memahami secara mendalam konseli
yang hendak dilayani
2. Menghargai dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, individualitas,
kebebasan memilih, dan mengedepankan
kemaslahatan konseli dalam konteks
kemaslahatan umum: (a)
mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang
manusia sebagai makhluk spiritual,
bermoral, sosial, individual, dan berpotensi; (b)
menghargai dan mengembangkan potensi
positif individu pada umumnya dan
konseli pada khususnya; (c) peduli
terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya
dan konseli pada khususnya; (d)
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
sesuai dengan hak asasinya; (e)
toleran terhadap permsalahan konseli, dan (f)
bersikap
demokratis.
3. Menguasai landasan teoritik
bimbingan dan konseling.
4. Menguasai landasan teoritik
bimbingan dan konseling; (b) menguasai ilmu
pendidikan dan landasan keilmuannya;
(c) mengimplementasikan prinsipprinsip
pendidikan dan proses pembelajaran;
(d) menguasai landasan budaya dalam praksis
pendidikan.
5. Menguasai esensi pelayanan bimbingan
dan konseling dalam jalur, jenjang, dan
jenis satuan pendidikan: (a)
menguasai esensi bimbingan dan onseling pada satuan
jalur pendidikan formal, non formal,
dan informal; (b) menguasai esensi bimbingan
dan konseling pada satuan jenis
pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan
khusus; dan (c) menguasai esensi
bimbingan dan konseling pada satuan jenjang
pendidikan usia dini, dasar dan
menengah.
6. Menguasai konsep dan praksis
penelitian bimbingan dan konseling: (a) memahami
berbagai jenis dan metode
penelitian; (b) mampu merancang penelitian bimbingan
dan konseling; (c) melaksanakan
penelitian bimbingan dan konseling; (d)
memanfaatkan hasil penelitian dalam
bimbingan dan konseling dengan mengakses
jurnal pendidikan dan bimbingan dan
konseling.
7. Menguasai kerangka teori dan praksis
bimbingan dan konseling: (a)
mengaplikasikan hakikat pelayanan
bimbingan dan konseling; (b) mengaplikasikan
arah profesi bimbingan dan
konseling; (c) mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan
bimbingan dan konseling; (d)
mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan
konseling sesuai kondisi dan
tuntutan wilayah kerja; (e) mengaplikasikan
pendekatan/model/ jenis layanan dan
kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling; dan (f) Mengaplikasikan
dalam praktik format pelayanan bimbingan dan
konseling.
8. Menyelenggarakan bimbingan dan
konseling yang memandirikan
9. Merancang program bimbingan dan
konseling: (a) menganalisis kebutuhan konseli;
(b) menyusun program bimbingan dan
konseling yang berkelanjutan berdasar
kebutuhan peserta didik secara
komprehensif dengan pendekatan perkembangan;
(c) menyusun rencana pelaksanaan
program bimbingan dan konseling; dan (d)
merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan
program bimbingan dan
konseling.
10. Mengimplemantasikan program
bimbingan dan konseling yang komprehensif: (a)
Melaksanakan program bimbingan dan
konseling: (b) melaksanakan pendekatan
kolaboratif dalam layanan bimbingan
dan konseling; (c) memfasilitasi
perkembangan, akademik, karier,
personal, dan sosial konseli; dan (d) mengelola
sarana dan biaya program bimbingan
dan konseling.
11. Menilai proses dan hasil kegiatan
bimbingan dan konseling: (a) melakukan
evaluasi hasil, proses dan program
bimbingan dan konseling; (b) melakukan
penyesuaian proses layanan bimbingan
dan konseling; (c) menginformasikan hasil
pelaksanaan evaluasi layanan
bimbingan dan konseling kepada pihak terkait; (d)
menggunakan hasil pelaksanaan
evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan
program bimbingan dan konseling.
12. Mengimplementasikan kolaborasi
intern di tempat bekerja: (a) memahami dasar,
tujuan, organisasi dan peran
pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan
sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah
di tempat bekerja; (b)
mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan
kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada pihak-pihak lain di
tempat bekerja; dan (c) bekerja sama dengan
pihak-pihak terkait di dalam tempat
bekerja seperti guru, orang tua, tenaga
administrasi).
13. Berperan dalam organisasi dan
kegiatan profesi bimbingan dan konseling: (a)
Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi
profesi bimbingan dan
konseling untuk pengembangan
diri.dan profesi; (b) menaati Kode Etik profesi
bimbingan dan konseling; dan (c)
aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan
konseling untuk pengembangan
diri.dan profesi.
14. Mengimplementasikan kolaborasi antar
profesi: (a) mengkomunikasikan aspek
aspek profesional bimbingan dan
konseling kepada organisasi profesi lain; (b)
memahami peran organisasi profesi
lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya
pelayanan bimbingan dan konseling;
(c) bekerja dalam tim bersama tenaga
paraprofesional dan profesional
profesi lain; dan (d) melaksanakan referal kepada
ahli profesi lain sesuai keperluan
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Profesi
merupakan suatu pekerjaan yang menuntut keahlian, ilmu pengetahuan, menggunakan
teknik yang relevan serta harus berkependidikan yang spesifik. Sehingga tidak
semua pekerjaan adalah suatu profesi. Profesi memiliki cirri-ciri khas yang
membedakannya dengan pekerjaan yang lain. Bimbingan dan konseling dalam
perspektif suatu profesi harus dapat menjaga profesionalitasnya.
B.
Saran
Diharapkan
kedepannya profesi dapat berkembang dengan baik, dan kita para calon konselor
harus dapat menjalankan profesi sesuai dengan kode etik yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
ABKIN. 2007. Naskah Akademik
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan
Formal dan Non Formal
Depdiknas. (2003). Pelayanan
Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Prayitno & Erman Amti. 2004.
Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program
Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar